Bupati Malaka dan Tomas Gelar Acara Tara Horak Lestarikan Hutan Adat Busabelo
MALAKA| BIDIKDUNIA.Com)-Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, S.H, M.H dan sejumlah Tokoh Masyarakat (Tomas) menggelar ritual adat Tara Horak , melindungi dan melestarikan Hutan Adat Busabelo, di Loomaten, Desa Sikun, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, Minggu ( 26/3/2023).
Kehadiran bupati Simon di lokasi hutan lindung tersebut sebagai pengejawantahan program Sakti di bidang Adat Istiadat dan Budaya diantaranya Tara horak, yang merupakan salah satu ritual adat masyarakat Malaka.
Ritual adat Tara horak untuk menjaga dan melestarikan hutan lindung seperti hutan adat Busa Belo itu, dengan cara menggantungkan simbol-simbol larangan dan dipancangkan pada tiang atau pohon di lokasi hutan lindung, tanda larangan agar hutan jangan dirusak secara liar.
Hadir pada kesempatan ini, para Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Pimpinan Perangkat Daerah, Camat Malaka Barat, para Kepala Desa se-Kecamatan Malaka Barat dan masyarakat setempat. Saksikan pancangan simbol simbol tersebut.
Simbol-simbol itu berasal dari materi yang terdapat pada masyarakat setempat, dengan perjanjian tertentu sama dengan aturan, jika dilarang atau tidak digubris, akan membawa dampak berupa sanksi adat.
Sanksi adat yang disepakati atau ditentukan para tua adat dan pemerintahan untuk sesuatu larangan “Tara Horak” merupakan sebuah kekuatan larangan yang mesti ditaati oleh siapa saja.
Tara horak bukan hanya untuk warga setempat tapi juga berasal dari warga daerah lain.
Pada kesempatan ini Bupati Simon mengapresiasi apa yang dilakukan masyarakat adat Busa Belo.
“Saya apresiasi karena sekarang ini banyak hutan lindung maupun hutan adat yang dirambah oknum tertentu untuk kepentingan pribadi. Ini yang mesti dicegah karena hutan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi kehidupan manusia,” kata Doktor Hukum alumni Universitas Brawijaya Malang ini.
Menurut Bupati Simon, hutan dan hasilnya sudah memiliki nilai ekonomis yang tinggi, banyak orang ingin mendapatkannya untuk kepentingan pribadi”,ungkap Bupati Simon.
“Dulu hasil hutan belum dilirik. Tapi seiring bertambahnya jumlah penduduk dan lahan semakin berkurang, orang-orang tertentu ingin memanfaatkannya. Sehingga sedini mungkin, ritual seperti ini yang sudah diwariskan nenek moyang harus dimunculkan kembali,” ujar Bupati SN.
Kepada masyarakat, Bupati Malaka berpesan agar ritual ini sebagai tanda otentik bagi masyarakat beradat dan taat norma – norma adat untuk mulai menjaga lokasi hutan adat hingga generasi mendatang serta tokoh tokoh adatpun aktif mengadakan ini.
Tokoh Adat Hutan Lindung Busabelo, Helmut Nggebu menandaskan dilakukan sebagai upaya mencegah praktek-praktek masyarakat yang ingin memanfaatkan hasil hutan secara sepihak.
“Sekarang ini hasil hutan bernilai ekonomis tinggi. Pohon-pohon yang besar perlu dijaga agar tidak ditebang secara liar.
Bahkan hasil hutan semisal biji gewang pun sudah bisa dijual. Oleh karena itu kami perlu lakukan ritual ini serentak sanksi adatnya bagi yang melanggarnya,” ujarnya.
Seperti disaksikan, usai dibuatkan ritual persembahan di dalam hutan, para tetua adat membawa simbol-simbol itu di lokasi depan hutan lindung.
Bupati Malaka bersama tetua adat mengikat simbol-simbol itu pada kayu secara bersamaan.
(Sumber: kominfomalaka/ Rofinus Bria)