FPPA Belu Gelar Sosialisasi Human Trafficking di Perbatasan Timor Leste
Editor: Agustinus Bobe
ATAMBUA,[Bidikdunia.Com|-Forum Peduli Perempuan dan Anak ( FPPA) Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur, perbatasan RI – Timor Leste menggelar sosialisasi Human Trafficking kepada warga Belu di Gedung PAUD Santo Agustinus samping Bandara A.A Bere Talo Haliwen, Sabtu (30/7/2022)
Ketua FPPA Kabupaten Belu, Suster Sesilia, SSpS memaparkan bahwa Perdagangan manusia ( Human Trafficking) merupakan sebuah kejahatan yang amat keji karena menempatkan manusia sebagai alat/sarana dan obyek.
Manusia di ciptakan sesuai rupa Allah yang tidak bisa di perjual belikan dan memiliki harkat dan martabat yang tinggi.
Zaman dulu ada perjual manusia yang di katakan pasar jual orang pada zaman 1000 tahun sebelum masehi di negara-negara maju lainnya.
Modus perandi adalah korban eksploitasi secara seksual, Eksploitasi ekonimi,Eksploitasi tenaga kerja.
Konsep dasar perdagangan orang,fenomena global,dapat menimpa siapa saja,terjadi Eksploitasi,jaringan terorganisir.
dewasa: proses,cara,tujuan
Anak di bawah umur : proses dan tujuan.
“Perdagangan manusia yang dapat di proses secara hukum,yang menjual,yang menjanjikan,yang merekrut,”papar Suster Senilai SSpS.
Hal-hal yang memudahkan terjadinya Trafficking, seorang/keluarga yang tertipu di janjian pekerjaan dan di kawin,kehidupan yang lebih baik,” ungkap Suster Sesilia SSpS
“Untuk manjauhkan diri dari human trafficking kembali kepada kita pribadi dan di dalam keluarga kita itu sendiri.
Salah satu alat komunikasi yang baik adalah hand Phone,yang sangat membantu saya sendiri bisa menangani kasus di Medan, Batak, Malaysia bahkan di negara-negara lain,” beber Suster Sesilia,SSpS.
Ia menyebutkan, KOMNAS Perempuan mencatat 816 kasus perdagangan manusia pada tahun 2017-2020.
2021 eksploitasi meningkat 165 dari 133 korban dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sebanyak 256 dari 213 korban pada tahun sebelumnya.
Menurut data LPSK pada tahun 2021,dari sisi jumlah terdapat 210 orang korban TPPO korban laki-laki sebanyak 75 orang sementara perempuan 135 orang.
Pada tahun 2020,kasus perdagangan tenaga kerja atau perdagangan seks,turun dari 132 menjadi 95.
Dampak perdagangan orang bagi korban,trauma fisik,trauma psikologis,kehilangan nyawa,kehilangan ingatan,kehilangan kepercayaan diri,tidak di terima keluarga,dan tidak di terima masyarakat.
“Merasa gembira bahwa untuk kedepan dengan adanya pelatihan ini,kami merasa bahwa ada materi pembekalan untuk mendidik anak-anak kami kedepan mereka bisa mendapatkan pekerjaan-pekerjaan yang dapat membantu keluarga terutama membantu mama dan bapa di rumah,”kata ibu Petronela M.Kun
Dan juga dengan sosialisasi ini agar kedepan anak-anak kami bisa tau dan paham apa itu Human Trafficking,harapan kami supaya pelatihan seperti ini dapat di sosialisasikan setiap 3 bulan sekali.tambahnya.
“Kegiatan ini sebenarnya bagus,kemudian kami bisa mendapatkan pengalaman tambahan,bahwa ternyata banyak masyarakat kita yang belum paham Hujan Trafficking,manfaatnya sangat berguna menambah pengetahuan kami bahwa Hujan Trafficking itu memang betul ada,dengan sosialisasi seperti ini masyarakat bisa lebih paham dan tau cara mencegahnya,”tutup ibu Ovi Fahik.
(Mario Lutharato)